
Photo of the statue of Liberty. Photo by elson Ndongala on Unsplash.
Keinginan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk menghapus Pajak Penghasilan (PPh) sepenuhnya, didasari dengan keyakinan bahwa penerimaan dari tarif impor dapat menggantikan kontribusi PPh bagi pendapatan negara.
Perubahan besar ini kemungkinan dapat terjadi dalam beberapa tahun kedepan seiring dengan meningkatnya tarif impor. Donald Trump sebelumnya juga telah mengaitkan penerimaan tarif impor dengan rencana penghapusan PPh, khusus bagi warga berpenghasilan di bawah US$200 ribu per tahun.
Menurut Donald Trump, tarif impor mampu menjadi sumber utama kekayaan nasional, melunasi utang negara, dan mengembalikan kejayaan ekonomi Amerika Serikat. Sejak kembali menjabat awal tahun ini, Trump menerapkan putaran baru tarif terhadap banyak mitra dagang dengan bea masuk antara 10% hingga 50%.
Indonesia ikut merasakan dampaknya, meskipun tarif impor produk Indonesia telah turun ke kisaran 10% melalui komunikasi diplomatik. Negosiasi masih terus berlangsung untuk mendorong penerapan tarif 0% pada sejumlah komoditas strategis.
Ditengah kebijakan tarif tersebut, Trump juga mengusulkan pembagian dividen bagi individu berpenghasilan rendah dengan dividen tunai sebesar US$2.000 per orang yang pendanaannya diklaim berasal dari penerimaan tarif impor.
Namun, kebijakan tarif agresif ini tengah diuji di Mahkamah Agung (MA), dan terdapat kekhawatiran hukum bahwa sebagian besar tarif dapat dibatalkan sehingga memicu kewajiban pengembalian dana kepada importir dalam nilai yang sangat besar.

