
Photo of palm trees from above. Photo by Franz Schäfer on Unsplash.
Berdasarkan paparan dan hasil temuan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sebanyak 282 perusahaan atau Wajib Pajak (WP) yang bergerak di sektor Crude Palm Oil (CPO) terbukti melakukan pelanggaran dalam perpajakan mereka.
Setelah ditelurusi oleh DJP, perusahaan ini ditemukan melakukan praktik penggelapan dokumen atau under-invoicing atas besar ekspor CPO atau minyak kelapa sawit. Tindakan ini diketahui dilakukan oleh sebanyak 257 WP selama periode tahun 2021 hingga 2024, dan 25 WP untuk periode tahun 2025.
Berdasarkan temuan DJP, praktik penggelapan yang dilakukan untuk periode tahun 2021–2024 dan tahun 2025 berbeda. Pada periode tahun 2025, penggelapan dilakukan dalam bentuk modus pemalsuan fatty matter dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Sedangkan pada periode tahun 2021 hingga 2024, penggelapan dilakukan dalam bentuk pemalsuan dokumen laporan Palm Oil Mill Effluent (POME).
Akibat dari penggelapan ini, negara mendapatkan kerugian dari sisi potensi pajak sebesar Rp140 miliar untuk periode tahun 2025 dari transaksi senilai Rp2,08 miliar. Sedangkan untuk periode 2021–2024, negara mendapatkan kerugian dengan estimasi sebesar Rp45,9 triliun.
Sejumlah praktik ilegal lain yang dilakukan oleh 282 perusahaan CPO ini meliputi pengajuan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) fiktif, manipulasi dokumen, transfer pricing melalui afiliasi luar negeri, hingga penghindaran kewajiban Domestic Market Obligation (DMO).

