Photo of a chart. Photo by Markus Spiske on Unsplash.
Realisasi perpajakan hingga bulan September 2022 dicatat mengalami kenaikan secara Year-on-Year (“YoY”) sebesar 3,84% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Angka ini setara dengan jumlah sebesar Rp166,93 triliun, dan menurut laporan, angka ini secara mayoritas oleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”).
Realisasi restitusi PPN dalam negeri sendiri mencapai Rp124,84 triliun atau setara dengan angka peningkatan sebesar 16,40% per tahunnya. Rincian mengenai restitusi ini dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yakni restitusi melalui upaya hukum, restitusi normal, dan restitusi dipercepat. Restitusi dipercepat sendiri menyumbang angka sebesar Rp69,88 triliun, sedangkan untuk restitusi normal menyumbang angka sebesar Rp73,57 triliun. Terakhir, restitusi melalui upaya hukum memiliki jumlah sebesar Rp23,47 triliun. Masing-masing dari upaya restitusi ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kecuali restitusi dipercepat yang mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 50,85% yoy.
Menurut Prianto Budi Saptono, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, melalui Kontan.co.id, kenaikan dari restitusi PPN didukung oleh restitusi dipercepat yang berasal dari Pengusaha Kena Pajak (“PKP”) yang menjadi rekanan Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”). PKP juga dapat menjadi rekanan kontraktor hulu migas, atau sebagai eksportir. Transaksi PPN yang meningkat mengindikasikan juga restitusi PPN yang meningkat. Selain itu, restitusi PPN juga didukung oleh restitusi pendahuluan bulanan yang berlangsung hanya selama 1 (satu) bulan.
Selain restitusi atas PPN, terdapat pula restitusi Pajak Penghasilan (“PPh”) Pasal 25/29 yang pengumpulannya berasal dari restitusi melalui upaya hukum dan restitusi normal tahunan. Dari kedua jenis restitusi ini, restitusi melalui upaya hukum tidak menggambarkan kondisi perekonomian pasca pandemi.