Two Smoke Factory Funnels. Photo by Pexels
Dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Sofitel Nusa Dua, Bali, di hari Rabu tanggal 13 Juli 2022 kemarin, akhirnya terungkap alasan atas penundaan implementasi pajak karbon. Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, mengungkapkan bahwa penundaan dikarenakan pemerintah masih menunggu waktu yang tepat untuk implementasi pajak karbon.
Sebelumnya, pajak karbon direncanakan akan berjalan di bulan April 2022. Namun, hal ini ditunda dan akhirnya direncanakan untuk berjalan di bulan Juli 2022 lalu. Untuk yang kedua kalinya, diketahui rencana ini kembali ditunda. Akibatnya, pajak karbon Kembali ditunda pelaksanaanya, meskipun diketahui sebelumnya pemerintah sudah mematangkan lagi konten dari peraturan pajak karbon agar lebih selaras dengan kebutuhan Indonesia dan internasional.
Seperti diketahui sebelumnya, penundaan pajak ini disebabkan oleh sinkronisasi roadmap dengan aturan yang dimiliki oleh pemerintah. Kendati begitu, Sri Mulyani kini menegaskan bahwa penundaan pajak karbon disebabkan oleh pertimbangan akan risikonya terhadap sektor sosial, ekonomi, dan juga politik. Selain itu, keadaan ekonomi global yang kini diterpa inflasi juga menjadi faktor atas penundaan pajak karbon. Inflasi yang tinggi akan berdampak terhadap perekonomian domestik, sekalipun peraturan ini nantinya baru akan diterapkan untuk pembangkit listrik, dan tidak untuk umum.
Sri Mulyani menambahkan, “fokusnya pada kenaikan inflasi yang diikuti dengan kenaikan suku bunga dan likuiditas yang bisa berdampak pada resesi, jadi kita harus fokus dan jangan sampai kita memperlakukan satu kebijakan yang akan memperburuk risiko yang sedang terjadi.”
Namun, pelaksanaan pajak karbon akan tetap dijalankan di kemudian hari. Informasi sebelumnya yang diketahui mengenai pajak karbon adalah besar tarif kira-kira yang akan dikenakan, yakni sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (“CO2e”), dengan catatan akan menyesuaikan dengan harga di pasar karbon. Pemberlakuan pajak karbon ini direncanakan akan dikenakan terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (“PLTU”) sebagai fase pertama dan menggunakan sistem cap and trade.
Ikuti terus perkembangan mengenai pajak karbon dengan subscribe newsletter kami dan mengikuti media sosial kami!