Picture of a crowd in a DJ space. Photo by Yvette de Wit on Unsplash.
Pihak Kementerian Keuangan (“Kemenkeu”) menjelaskan alasan dibalik adanya peningkatan tarif pajak hiburan. Tarif pajak hiburan terbaru merupakan kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, atau dikenal juga sebagai UU HKPD.
Berdasarkan UU HKPD, diketahui bahwa daerah-daerah memiliki kewajiban untuk menetapkan pajak hiburan daerah dengan rentang tarif minimal 40% hingga maksimal 75%. Alasan dibalik pengenaan tarif pajak hiburan yang cukup tinggi ini adalah agar pemerintah daerah secara fiskal dapat meminimalisir kebergantungan kepada pemerintah pusat.
Harapannya adalah pemerintah daerah akan semakin mandiri secara fiskal, mengingat bahwa saat ini banyak daerah yang masih menunggu maupun mengandalkan kiriman atau transferan dana dari pemerintah pusat. Kebijakan tarif pajak hiburan minimal 40% ini diharapkan dapat menciptakan keseimbangan fiskal secara keseluruhan, dan pemerintah daerah dapat membiayai sendiri program-program daerahnya.
Pihak Kemenkeu juga mengingatkan kembali bahwa tidak semua jenis objek dan/atau jasa hiburan akan dikenakan tarif pajak hiburan 40%. Tarif pajak ini akan dikenakan kepada barang dan/atau jasa khusus dalam bentuk karaoke, kelab malam, diskotek, bar, dan mandi uap atau spa. Jenis hiburan lain seperti pagelaran seni, konser, atau bioskop justru kini dikenakan pajak sebesar 10%.
Beberapa daerah di Indonesia diketahui telah menetapkan pajak hiburan dengan tarif yang cukup tinggi. Dilansir dari data yang dimiliki oleh Kemenkeu, sebanyak 36 daerah menetapkan tarif pajak hiburan dalam rentang 40–50%. Kemudian, sebanyak 67 daerah mengenakan tarif pajak hiburan sebesar 50–60%, 16 daerah dengan tarif pajak hiburan sebesar 60–70%, dan terakhir sebanyak 58 daerah yang menetapkan tarif pajak hiburan sebesar 70–75%.