
Photo of a digital cubes. Photo by fabio on Unsplash.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebutkan ada sejumlah tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dan juga otoritas pajak dunia lainnya ketika akan memberlakukan pemajakan di sektor ekonomi digital.
Sesedikitnya, ada sebanyak 3 (tiga) alasan mengapa implementasi pajak atas kegiatan ekonomi digital sulit dilakukan oleh berbagai belahan dunia. Pertama, karena adanya masalah nexus atau kehadiran ekonomi yang signifikan. Dari segi ekonomi digital, perusahaan yang memiliki permanent establishment maka bisa dikenakan pajak, namun tidak berlaku dalam segi ekonomi digital.
Tantangan berikutnya yang dapat dihadapi oleh berbagai otoritas pajak dunia adalah adanya kesulitan dalam menentukan nilai dan alokasi laba. Selain itu, tantangan dalam rangka mencegah risiko base erosion dan profit shifting yang muncul karena tidak berwujudnya model bisnis ekonomi digital.
Kemudian, tantangan juga muncul dari segi administrasi dan pemungutan pajak, dimana jumlah transaksi yang terjadi mendorong adanya keperluan untuk integrasi data dalam skala masif.
Pemerintah saat ini tengah mengembangkan konsep Sistem Pemungutan Pajak Transaksi Digital Luar Negeri (SPPTDLN) yang diharapkan dapat mempermudah penunjukan perusahaan teknologi dalam rangka pemungutan dan penyetoran pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

