Photo of different coins. Photo by PiggyBank on Usnplash.
Berdasarkan paparan dari Bank Dunia (World Bank), peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang direncanakan pada awal tahun 2025 dapat berdampak kepada basis dan kepatuhan pajak hingga memperbesar potensi inflasi.
Pemerintah merencanakan adanya kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada awal tahun 2025, dimana hal ini tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan merupakan basis dari kenaikan PPN sebelumnya dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022.
Menurut representatif dari World Bank, kenaikan tarif PPN justru hanya akan membawa kerugian terhadap Indonesia. Pernyataan ini dikarenakan efek kenaikan tarif PPN yang justru akan menghambat perluasan basis pajak yang juga akan berdampak ke rendahnya angka kepatuhan Wajib Pajak (WP).
Tingkat kenaikan penerimaan dari PPN sendiri tidak menunjukan angka yang signifikan, dimana adanya kenaikan tarif PPN sebelumnya menunjukan adanya peningkatan sebesar 0,3% dan 0,4% masing-masing di tahun 2022 dan 2023.
Oleh karena itu, pemerintah dihimbau oleh World Bank untuk menjalankan reformasi perpajakan tersebut dengan menerapkan peralihan jangka pendek dan jangka menengah. Melalui langkah peralihan jangka pendek, pemerintah dapat melakukan penghapusan pengecualian pajak, meningkatkan kepatuhan melalui mekanisme audit, dan juga menetapkan ambang batas yang lebih rendah bagi pengusaha kena pajak (PKP).
Sedangkan peralihan jangka menengah dapat dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka penyediaan data. Data-data inilah yang nanti dapat digunakan untuk melacak besar penghasilan para WP.