
Photo of the aftermath of a natural disaster. Photo by Greg Johnson on Unsplash.
Akhir tahun 2025 diwarnai dengan sejumlah bencana alam yang melanda berbagai daerah, seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk mendukung masyarakat di tengah keadaan yang sulit.
Pemerintah menekankan gugurnya kewajiban perpajakan bagi para korban bencana, khususnya bagi Wajib Pajak (WP) yang aktivitas usahanya terhenti atau mengalami penurunan signifikan sehingga tidak lagi memiliki kemampuan ekonomi untuk memenuhi kewajiban pajak.
Ketentuan terkait gugurnya kewajiban perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 (PMK 81/2024) tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
Pasal 4 PMK 81/2024 menyebutkan bahwa pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat tidak dilakukan apabila terdapat kendala berupa keterbatasan infrastruktur, gangguan sistem atau fasilitas komunikasi, maupun adanya bencana di wilayah tempat tinggal atau kedudukan WP.
Selain pembebasan kewajiban pajak, dalam PMK 81/2024 Pasal 179 juga disebutkan bahwa WP yang terdampak bencana juga tidak akan dikenakan sanksi administratif berupa denda.
Selanjutnya, pada Pasal 219 mengatur relaksasi perpajakan melalui pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas barang kiriman berupa hadiah atau hibah yang diperuntukan bagi kegiatan ibadah umum, sosial, kebudayaan, maupun upaya penanggulangan bencana.

