
Photo of Gili Trawangan in West Nusa Tenggara. Photo by Jesse Hammer on Unsplash.
Sektor Administrasi Pemerintah (AP) menjadi kontributor terbesar dalam penerimaan pajak di Nusa Tenggara Barat (NTB) Tahun 2025 dengan capaian sebesar Rp1,07 triliun atau 45,87% dari total penerimaan pajak.
Kontribusi sektor lainnya tercatat lebih kecil, diantaranya pajak perdagangan sebesar Rp356,29 miliar, pajak jasa keuangan Rp181,57 miliar, pajak persewaan dan tenaga kerja Rp133,68 miliar, pajak akomodasi serta makan-minum Rp126,11 miliar, dan pajak dari sektor lainnya yang mencapai Rp468,10 miliar.
Hingga November 2025, AP masih menjadi penopang utama dengan kontribusi sebesar Rp111,32 miliar, yang didukung paling banyak oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri (DN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Aktivitas perdagangan, jasa keuangan, dan persewaan juga menunjukkan perubahan seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat, sehingga meningkatnya kinerja PPN pada periode tersebut.
Terdapat 5 (lima) sektor unggulan NTB yang secara keseluruhan baru menyumbang sekitar 6% dan dinilai belum optimal. Lima sektor ini meliputi sektor pertanian sebesar 0,12%, perikanan dan kelautan 0,41%, hotel dan restoran 5,10%, travel haji dan umrah 0,01%, serta sektor travel wisata yang baru berkontribusi sebesar 0,33%.
Capaian pajak NTB hingga November 2025 berada di level 69,56% dari target 2025, dan ditopang oleh PPh dengan jumlah penerimaan yang mencapai Rp1.270,36 miliar, serta PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp845,66 miliar.
PPN DN menjadi penyumbang terbesar dengan penerimaan sebesar 33,54%, dan diikuti oleh PPh Pasal 21 sebesar 20,54% dan PPh Badan sebesar 15,07%. Meski demikian, capaian kumulatif PPN DN masih relatif rendah di angka 52,5%, sementara PPN Impor dan PPh Orang Pribadi (OP) menunjukkan pertumbuhan signifikan.

