
Photo of a factory producing fumes through smokestacks. Photo by Billy Joachim on Unsplash.
Pemerintah Indonesia belum menerapkan pajak karbon meskipun telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), karena masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Peta Jalan Pajak Karbon.
Pajak ini akan dikenakan pada emisi karbon yang berdampak negatif bagi lingkungan, dengan tarif awal Rp30 per kilogram (Kg) CO2e untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, namun implementasinya belum dilakukan hingga kini. Pemerintah juga menyiapkan peraturan turunan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang selaras dengan PP Peta Jalan Pajak Karbon.
Peta jalan atau roadmap pajak karbon yang sedang disusun akan memuat strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor prioritas, dan keselarasan kebijakan dengan pembangunan energi baru terbarukan (EBT). Pemerintah menegaskan bahwa pajak karbon dirancang untuk mendukung mekanisme pasar karbon yang efektif, menjadikan harga karbon sebagai acuan tarif, dan mendorong penurunan emisi tanpa membebankan seluruh biaya pada pemerintah.
Tantangan penerapan pajak karbon di Indonesia meliputi kebutuhan untuk menyelaraskan kebijakan lintas sektor, memastikan target penurunan emisi tetap sejalan dengan Enhanced Nationally Determined Contributions atau Enhanced NDC, serta mengantisipasi dampaknya terhadap ekonomi makro dan harga energi.
Pemerintah lebih dulu memperkuat instrumen perdagangan karbon agar fleksibel dan kredibel, sekaligus memanfaatkan pendapatan dari penjualan kredit karbon untuk membantu industri menutup biaya tambahan dalam upaya mengurangi emisi.

