Photo of the sky outside of a plane. Photo by Eva Darron on Unsplash.
Menjadi negara dengan tiket penerbangan kedua termahal antara negara ASEAN dan negara berpopulasi besar lainnya, pemerintah Indonesia kini tengah melakukan kajian mengenai pemberian insentif pajak untuk harga tiket pesawat.
Hal ini dijelaskan oleh Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi, Luhut Panjaitan, yang menyebutkan bahwa harga tiket pesawat yang tinggi kini lebih banyak dikeluhkan oleh warga karena aktivitas penerbangan yang sudah 90% kembali pasca pandemi COVID-19. Oleh karena itu, pemerintah juga tengah membahas sejumlah cara dalam rangka menurunkan harga tiket pesawat dan meningkatkan efisiensi penerbangan.
Salah satu cara yang dibicarakan adalah dengan melakukan evaluasi kepada biaya operasi pesawat, yang paling besar didukung oleh cost per block hour (CBH).
Selain itu, pemerintah juga berencana untuk memberikan pembebasan bea masuk dan membuka larangan atau pembatasan barang impor yang berguna dalam rangka menjalankan aktivitas penerbangan seperti avtur dan perawatan pesawat lainnya.
Tidak hanya itu, tarif pesawat yang tinggi juga didasari beberapa hal seperti rute pesawat yang dapat dikenakan 2 (dua) kali Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran wajib Jasa Raharja (IWJR), serta passenger service charge (PSC) yang dikenakan bagi penumpang yang berganti pesawat atau melakukan transfer. Menurut Luhut, mekanisme tarif perlu dilakukan penyesuaian dengan biaya operasional per jam terbang sehingga tarif tiket tidak terlalu melambung dan mengurangi beban biaya.
Pemerintah juga nantinya akan melakukan kajian ulang terhadap insentif PPN yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk beberapa tiket pesawat yang memiliki destinasi prioritas.