
Person typing into a laptop. Photo by Bench Accounting on Unsplash.
Pemerintah diminta untuk melakukan kajian ulang atas peraturan pajak yang dikenakan atas pinjaman online atau sering disebut sebagai pinjol. Pasalnya, penerapan pajak pinjol dianggap tidak sejalan dengan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”) yang menyebutkan bahwa jasa keuangan dibebaskan dari pengenaan pajak.
Berdasarkan paparan dari Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (“IEF”) Research Institute, Ariawan Rahmat, pengenaan pajak pinjol sebesar 11% yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (“PMK”) Nomor 69 Tahun 2022 tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU HPP. Adapun Lembaga Jasa Keuangan yang dimaksud dalam peraturan tersebut mengacu kepada penjelasan dari Undang-undang (“UU”) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Berdasarkan UU tersebut, pinjaman online dikategorikan sebagai P2P lending, dimana jenis ini dikategorikan sebagai Jasa Keuangan Lainnya berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (“POJK”) Nomor 77/POJK.01/2016. Karena inkonsistensi inilah pemerintah diminta untuk melihat dan meninjau kembali pengenaan peraturan tersebut.