Illustration by MIB Group
Pemerintah berencana untuk melakukan integrasi Nomor Induk Kependudukan (“NIK”) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”) pada tahun 2023. Rencana ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”). Penyesuaian sistem ini merupakan bagian dari implementasi sistem administrasi perpajakan baru yaitu core tax system pada tahun 2023. Integrasi NIK dan NPWP ini akan menjadi Single Identity Number (SIN) yang membantu sinkronisasi, verifikasi, dan validasi dalam rangka pendaftaran dan perubahan data wajib pajak sekaligus untuk melengkapi database master file wajib pajak. Dengan demikian, wajib pajak tidak perlu lagi mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, tetapi cukup menggunakan NIK sebagai nomor identitas ketika bertransaksi dengan DJP. Tujuan utama dari penggunaan NIK sebagai NPWP adalah memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melakukan atau mendapatkan pelayanan dari DJP. Kedepannya, DJP juga akan memiliki akses terhadap data dan informasi yang berkaitan dengan pelaporan pajak seperti kegiatan usaha, peredaran pajak, penghasilan/kekayaan, transaksi keuangan, lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan/kegiatan usaha dari pihak ketiga. Pada akhirnya, integrasi ini diharapkan dapat meningkatkan tax ratio melalui peningkatan kepatuhan pajak. Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan HAM, menegaskan bahwa penggunaan NIK sebagai NPWP ini tidak mengharuskan seluruh masyarakat untuk wajib membayar PPh, tetapi tetap memperhatikan syarat subjektif dan objektif pemenuhan ketentuan seseorang hingga dapat menjadi WP. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Sedangkan, persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dengan demikian, hanya wajib pajak dengan pendapatan di atas threshold penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang harus membayar pajak yaitu yang memiliki penghasilan lebih dari 54 juta setahun atau 4,5 juta per bulan. Tentunya diperlukan sistem yang mendukung perpindahan fungsi dari penggunaan NIK menjadi NPWP. Sistem Single Sign-On (“SSO”) akan menjadi sistem yang digunakan dalam pengaplikasian peraturan ini. DJP Kementerian Keuangan dan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri baru menandatangani adendum, yang berguna untuk menjalankan amanat Perpres 83/2021, berisikan kerjasama antara penggunaan NIK, data kependudukan, dan KTP elektronik yang akan dipakai nantinya dalam sistem. Sistem SSO akan meminta WP untuk mengisi hanya nama atau NIK untuk mengakses pelayanan pemerintahan sehingga masyarakat tidak perlu banyak mengisi formulir dan hanya butuh melakukan proses autentifikasi sekali untuk mendapatkan semua layanan dari pemerintah. Hal ini tentunya dapat memudahkan tidak hanya masyarakat tetapi juga instansi pemerintah yang mengatur data kependudukan. Dalam hal pelayanan publik, Penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) menjadi tonggak awal penerapan single sign-on (SSO). Teknologi Single-sign-on adalah teknologi yang mengizinkan pengguna jaringan agar dapat mengakses sumber daya dalam jaringan hanya dengan menggunakan satu akun pengguna saja. Dengan SSO, setiap orang cukup mencantumkan NIK dan nama untuk mendapatkan pelayanan publik dari instansi pemerintahan. Melalui SSO, masyarakat tidak perlu mengingat banyak username dan password. Hanya dengan satu kredensial dan sekali proses otentikasi, setiap orang akan mendapatkan izin akses atas semua layanan yang tersedia di dalam jaringan. Masalah utama yang dihadapi oleh instansi pemerintahan adalah adanya perbedaan data administrasi perpajakan pada instansi yang berbeda. Menurut Suryo Utomo, penggunaan NIK sebagai NPWP dapat memudahkan administrasi antara data yang dimiliki Ditjen Pajak (“DJP”) dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (“Dukcapil”). Keselarasan data antar instansi nantinya juga dapat berdampak pada penambahan basis pajak yang saat ini hanya dibatasi oleh data dari DJP. Selain itu, adanya keselarasan data dapat menghemat biaya server dan storage yang digunakan pemerintah untuk menyimpan data masyarakat. Sebagai referensi, saat ini penduduk Indonesia mencapai jumlah 270 juta orang, sedangkan data NPWP yang terdaftar hanya menyentuh angka 45 juta orang. Penerimaan pajak tahun 2022 hingga bulan April ini berjumlah sebesar Rp 245,2 triliun yang tumbuh sebesar 67,3% dari bulan Maret 2022.