Photo of a person pressing on ATM button in close-up. Photo by Eduardo Soares on Unsplash.
Pemerintah telah dengan resmi merilis peraturan yang mengatur tata cara dan ketentuan pemotongan dari Pajak Penghasilan (“PPh”) Pasal 21 melalui Peraturan Menteri Keuangan (“PMK”) Nomor 168 Tahun 2023.
Penerbitan PMK 168/2023 sekaligus juga menggantikan peraturan sebelumnya yang mengatur pemotongan PPh Pasal 21, yakni PMK 252/2008, dikarenakan belum memenuhi kebutuhan terkait pemotongan dan juga penerapan dari tarif efektif yang digunakan atas PPh Pasal 21.
Melalui PMK 168/2023, ketentuan terkait dengan penggunaan tarif efektif rata-rata (“TER”) diatur, mengingat sebelumya ketentuannya dituang dalam Peraturan Pemerintah (“PP) Nomor 58 Tahun 2023. PMK 168/2023 mengatur sejumlah ketentuan termasuk juga pengenaan dan perhitungan PPh Pasal 21 bagi Wajib Pajak (“WP”) yang bukan pegawai.
Misalnya, berdasarkan PMK 168/2023, penggunaan tarif efektif bulanan akan digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 per masa, sedangkan tarif dari Undang-Undang (“UU”) PPh akan digunakan dalam menghitung PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir. Kemudian, bagi WP yang bukan pegawai, perhitungan PPh Pasal 21 akan menggunakan tarif progresif sesuai dengan UU PPh, yakni dengan dasar pengenaan pajak sebesar 50% dari penghasilan bruto milik WP.
Melalui PMK 168/2023, diperjelas pula bahwa pengenaan PPh Pasal 21 hanya dilakukan atas jasa. Kemudian, zakat dan sumbangan keagamaan bersifat wajib yang diakui juga dijelaskan dapat menjadi pengurang dari pajak.
Selain itu, PMK 168/2023 juga mengatur beberapa hal sehubungan dengan pemotongan PPh Pasal 21, seperti ketentuan pihak pemotong pajak, berbagai jenis penghasilan yang dipotong dengan PPh Pasal 21, tarif-tarif PPh Pasal 21, dasar pengenaan dan pemotongan pajak, tata cara perhitungan, tata cara pemotongan, ketentuan saat terutang, dan juga ketentuan pemotongan PPh Pasal 21 atas pihak tertentu seperti bagi pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (“PNS”), anggota Tentara, anggota Polisi, beserta pensiunannya.