Photo of several cash and coins. Photo by Dmytro Demidko on Unsplash.
Melalui acara Spectaxcular 2024 yang dilaksanakan sehubungan dengan Hari Pajak pada tanggal 14 Juli 2024 lalu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjelaskan perbedaan jumlah penerimaan pajak dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, penerimaan pajak yang terkumpul dalam setahun pernah ‘hanya’ mencapai Rp13 triliun.
Jika dibandingkan dengan jumlah dan target penerimaan pajak saat ini, penerimaan pajak mengalami tren peningkatan. Peningkatan jumlah penerimaan pajak ini juga terus berjalan hingga masa reformasi yang mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp400 triliun. Lika liku Indonesia agar dapat mengumpulkan penerimaan pajak dalam jumlah besar juga tidak mudah, terutama mengingat adanya peristiwa-peristiwa fiskal yang mempengaruhi penerimaan tersebut.
Misalnya, kata Sri Mulyani, adanya lonjakan harga minyak yang terjadi sekitar tahun 1983 atau pertengahan 1980-an, sehingga meningkatkan harga minyak menjadi US$24 per barel dari yang sebelumnya US$12 per barel. Tidak hanya itu, sekitar tahun 2000, Indonesia juga dihadang banyak bencana alam yang juga berdampak pada aktivitas perekonomian.
Sedangkan rintangan paling terakhir yang dihadapi jatuh pada masa pandemi COVID-19 yang memperlambat semua aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi yang juga berdampak pada menurunnya jumlah penerimaan pajak.
Sri Mulyani menambahkan bahwa kini adalah tanggung jawab dari otoritas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan bahwa target penerimaan pajak sebesar Rp1.988,9 triliun tercapai, sesuai yang tertera dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).