Photo of graduates throwing their graduation caps. Photo by Vasily Koloda on Unsplash.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menjelaskan mekanisme pengenaan pajak yang diperlukan jika ingin mengimplementasi sekolah gratis. Sri Mulyani mengambil contoh negara-negara Nordik yang mengenakan pajak cukup tinggi agar hal tersebut dapat terwujud.
Berdasarkan paparan dari Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Jesuit Indonesia, sistem pendidikan di negara-negara Nordik yang memungkinan untuk membebaskan biaya hingga tahap perguruan tinggi didasari pengenaan pajak yang cukup tinggi, yakni dengan tarif yang mencapai 70%. Sebelumnya, keinginan dan pertanyaan mengenai pengadaan sekolah gratis di Indonesia terus dipertanyakan kepada pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sri Mulyani juga menjelaskan keadaan seorang temannya yang harus membayar pajak hingga 70% untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi dengan gratis. Jika menggunakan tarif tersebut, dengan gaji sebesar US$100 ribu maka sebesar US$70 ribu akan digunakan untuk pajak, dan sisanya akan digunakan sendiri.
Jika ingin diadakan program sekolah gratis, maka warga harus siap dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang jauh lebih tinggi lagi. Mekanisme pajak ini berbeda dengan Amerika Serikat yang dinilai lebih liberal, sehingga uang yang dimiliki merupakan kebebasan sendiri. Namun, hal ini ‘diberatkan’ dengan adanya inflasi tinggi dan tarif perguruan tinggi yang jauh lebih mahal.
Tarif PPh yang berlaku di Indonesia saat ini paling tinggi berada pada angka 35%, dimana tarif ini akan dikenakan pada Wajib Pajak (WP) dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) melebihi Rp5 miliar per tahunnya. Sedangkan tarif PPh individu yang berlaku di Finlandia sebagai salah satu negara Nordik yakni sebesar 57%.