
Photo of a person going through thrifted clothes. Photo by Becca McHaffie on Unsplash.
Masuknya produk tekstil ilegal dan pakaian bekas impor atau thrifting semakin menjadi perhatian dalam menjaga keseimbangan ekosistem industri nasional. Aktivitas tersebut dinilai menciptakan ketimpangan pajak antara pelaku usaha dalam negeri dan importir, sekaligus menekan daya saing produsen tekstil yang beroperasi secara resmi dan taat aturan.
Peningkatan arus barang impor nonresmi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga berdampak pada keberlangsungan jutaan tenaga kerja di sektor garmen dan tekstil. Oleh karena itu, Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) mendorong penerapan kebijakan fiskal yang adil serta penegakan hukum yang konsisten terhadap praktik impor ilegal dan penjualan pakaian bekas atau thrifting.
Sebagai langkah solutif, AGTI mengusulkan agar barang sitaan hasil pelanggaran impor dapat dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang. Pendekatan ekonomi sirkular ini dinilai mampu menekan dampak lingkungan, memperkuat rantai pasok lokal, serta mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor.
Selain itu, penguatan daya saing juga tengah difokuskan melalui efisiensi produksi, percepatan perizinan, dan perluasan pasar ekspor. Dengan kebijakan yang berpihak pada industri resmi, momentum kebangkitan manufaktur nasional diyakini dapat terus terjaga dalam semangat Ekonomi Pancasila.

